Assalamu alaikum wr. wb.
Hidupku semuanya serba enak. Mau apa aja tinggal bilang ke orang tua. Pokoknya apa yang aku inginkan pasti dipenuhi.
Namun lama kelamaan, sesuatu terjadi dalam hidupku yaitu bencana. Perusahaan ayahku bangkrut. Aku ngga percaya dengan keadaan sekarang karena dulunya apapun yang aku inginkan pasti dengan mudah dan cepat aku dapatkan.
Namun inilah kehidupan, kadang kita di atas kadang kita dibawah. Sampai sekarang aku belum bisa menerima kenyataan ini. Mungkin ini cobaan dari Allah atau karena masa laluku yang terlalu berfoya-foya dan melupakan Allah.
Suatu hari aku pernah dinasehati oleh pembantuku yang biasa ku panggil Mbok Inem. Beliau berkata dengan lembut dan sabar, “Mas Tejok, jangan boros boros. Kalau ada duit lebih mending di sedekahin. Kalau ngga disimpen. Ntar mas dah tua, masi ada tabungan buat modal hidup mas. Karena kita ngga tau mas hidup kedepannya kita gimana”. Jadi sampai sekarang aku masih terbayang-bayang dengan ucapan Mbok Inem.
Waktu pun berlalu, aku bekerja di sebuah mini market sebagai OB. Meskipun gaji tidak sesuai dengan gaya hidupku, namun aku coba bersabar dan tegar untuk menjalaninya. Karena ayahku jatuh sakit dan aku perlu biaya buat perobatan ayahku. Sedangkan ibuku hanya berjualan gorengan. Yang dulunya kami yang mempekerjakan orang, namun sekarang kami pula yang bekerja dengan orang.
Alhamdulillah, pelan-pelan kami bisa melunasi biaya perobatan. Namun suatu hari aku mendengar pembicaraan orang tua ku dengan Mbok Inem. Ayahku berkata, “Mbok Inem, gimana rencana kita? Berhasil? Anak saya sudah dapat kerjaan? Apa dia masih boros-boros?”. “Maaf tuan, anak tuan Mas Tejok sudah banyak berubah. DIa sudah tidak boros lagi. Dia sering sholat. Pokoknya rencana kita berhasil”.
Kemudian ibuku menyambung pembicaraan, “Wah, hebat juga rencana papa. Pura-pura jatuh miskin”. “Iya dong ma. Karena papa takut anak jaman sekarang kalau orang tuanya orang sukses, anaknya tuh banyak malas kerja. Ntar takut anak kita terjerumus narkoba. Jadi sengaja papa buat kita jatuh miskin”. Terus Mbok Inem bertanya, “Sampai kapan tuan kita bersandiwara?”. “Ya ngga taulah”, jawab papa.
Tanpa mereka sadari, aku masih mendengarkan. Kemudian aku jatuh meratap ke langit dan berbicara dalam hati. Mengapa mereka sanggup membuat keadaan seperti ini? Apa betul yang diucapkan mereka tadi? Aku pun masih bingung antara iya atau nggak.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya pada Mbok Inem tentang kebenaran, apa betul papa bangkrut? Dengan muka pucat, Mbok Inem terdiam. “Saya nggak tau Mas Tejok. Mas Tejok darimana tau?”. “Ya, saya dengar sendiri pembicaraan kalian semua. Udah deh ngga usah bohong lagi”.
Dengan cepat Mbok Inem lari ntah kemana meninggalkanku. Aku pun mulai meninggalkan rumah karena ku merasa dibohongi. Setelah itu aku tidak pulang sekitar 6 bulan. Hampir semuanya mencari keberadaanku karena tiada satu orang pun yang aku kabari.
Akhirnya ku mendapat kabar bahwasanya ayahku jatuh sakit. Karena aku dah pernah dibohongin, ya jadi aku anggap ini cuma jurus muslihat agar aku pulang ke rumah. Namun tiba-tiba berhenti mobil Honda yang biasa ku pakai didepanku.
Akhirnya aku melihat ibuku dan Mbok Inem. Mereka berkata padaku, “Nak, ayahmu beneran sakit. Mari kita jenguk bersama”. Tanpa pikir panjang aku pun menurutin permintaan ibuku.
Setelah tiba di rumah sakit, aku mencium tangan ayahku lalu ayahku meminta maaf. Ayahku berkata, “Sebenarnya maksud ayah agar kamu mau bekerja dan bisa mandiri. Biar kamu tahu hidup nyata di masyarakat. Kalau ngga ayah buat begini, kamu pasti nggak akan berubah. Karena ayah tau umur ayah tinggal sedikit”.
Akhirnya ayahku pun sehat, kami kembali ke rumah yang lama. Sekarang aku mempunya perusahaan sendiri, dan tau cara menggunakan hasil kerjaku buat bantu orang dan tidak sombong atas apa yang Allah berikan kepadaku.
Comments
Post a Comment